- BANK INDONESIA
1.1.Sejarah Bank Indonesia
A. Pada 1828 De Javasche Bank didirikan oleh Pemerintah Hindia
Belanda sebagai bank sirkulasi yang bertugas mencetak dan mengedarkan uang.
B. Tahun 1953, Undang-Undang Pokok Bank Indonesia menetapkan
pendirian Bank Indonesia untuk menggantikan fungsi De Javasche Bank sebagai
bank sentral, dengan tiga tugas utama di bidang moneter, perbankan, dan sistem
pembayaran. Di samping itu, Bank Indonesia diberi tugas penting lain dalam
hubungannya dengan Pemerintah dan melanjutkan fungsi bank komersial yang
dilakukan oleh DJB sebelumnya.
C. Pada tahun 1968 diterbitkan Undang-Undang Bank Sentral yang
mengatur kedudukan dan tugas Bank Indonesia sebagai bank sentral, terpisah dari
bank-bank lain yang melakukan fungsi komersial. Selain tiga tugas pokok bank
sentral, Bank Indonesia juga bertugas membantu Pemerintah sebagai agen
pembangunan mendorong kelancaran produksi dan pembangunan serta memperluas
kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup rakyat.
D. Tahun 1999 merupakan Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia,
sesuai dengan UU No.23/1999 yang menetapkan tujuan tunggal Bank Indonesia yaitu
mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
E. Pada tahun 2004, Undang-Undang Bank Indonesia diamandemen dengan
fokus pada aspek penting yang terkait dengan pelaksanaan tugas dan wewenang
Bank Indonesia, termasuk penguatangovernance. Pada tahun 2008,
Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.2 tahun
2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No.23 tahun 1999 tentang Bank
Indonesia sebagai bagian dari upaya menjaga stabilitas sistem keuangan.
Amandemen dimaksudkan untuk meningkatkan ketahanan perbankan nasional dalam
menghadapi krisis global melalui peningkatan akses perbankan terhadap Fasilitas
Pembiayaan Jangka Pendek dari Bank Indonesia.
1.2. Status
dan Kedudukan Bank Indonesia
Sebagai Lembaga Negara yang Independen
Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank
Sentral yang independen dimulai ketika sebuah undang-undang baru, yaitu UU
No. 23/1999 tentang Bank Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei
1999. Undang-undang ini memberikan
status dan kedudukan sebagai suatu lembaga negara independen dan bebas dari
campur tangan pemerintah ataupun pihak lainnya. Sebagai
suatu lembaga negara yang independen, Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh
dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana
ditentukan dalam undang-undang tersebut. Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri
pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban untuk
menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun
juga. Untuk lebih menjamin independensi tersebut,
undang-undang ini telah memberikan kedudukan khusus kepada Bank Indonesia dalam
struktur ketatanegaraanRepublik Indonesia. Sebagai Lembaga negara yang independen
kedudukan Bank Indonesia tidak sejajar dengan Lembaga Tinggi Negara. Disamping
itu, kedudukan Bank Indonesia juga tidak sama dengan Departemen, karena kedudukan Bank Indonesia berada diluar Pemerintah. Status
dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat
melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif
dan efisien.
Sebagai Badan Hukum
Status Bank Indonesia baik sebagai badan hukum publik maupun badan
hukum perdata ditetapkan
dengan undang-undang. Sebagai badan hukum publik Bank Indonesia berwenang
menetapkan peraturan-peraturan hukum yang merupakan pelaksanaan dari
undang-undang yang mengikat seluruh masyarakat luas sesuai dengan tugas dan
wewenangnya. Sebagai badan hukum perdata, Bank Indonesia dapat bertindak untuk
dan atas nama sendiri di dalam maupun di luarpengadilan.
1.3. TUJUAN dan TUGAS BANK INDONESIA
Dalam kapasitasnya sebagai bank sentral,
Bank Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah.
Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap
barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain. Aspek pertama
tercermin pada perkembangan laju inflasi,
sementara aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap
mata uang negara lain. Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk
memperjelas sasaran yang harus dicapai Bank Indonesia serta batas-batas
tanggung jawabnya. Dengan demikian, tercapai atau tidaknya tujuan Bank
Indonesia ini kelak akan dapat diukur dengan mudah.
Tiga Pilar Utama
Untuk
mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar yang merupakan
tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas ini adalah:
§
Menetapkan dan
melaksanakan kebijakan moneter.
§
Mengatur dan menjaga
kelancaran sistem pembayaran, serta
§
Mengatur dan
mengawasi perbankan di Indonesia.
Ketiganya perlu diintegrasi agar tujuan mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah dapat dicapai secara efektif dan efisien.
1.4. Pengangkatan dan Pemberhentian Dewan
Gubernur BI
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Bank
Indonesia dipimpin oleh Dewan Gubernur. Dewan ini terdiri atas seorangGubernur sebagai pemimpin, dibantu oleh
seorang Deputi Gubernur Senior sebagai wakil, dan sekurang-kurangnya empat atau
sebanyak-banyaknya tujuh Deputi Gubernur. Masa jabatan Gubernur dan Deputi
Gubernur selama-lamanya lima tahun, dan mereka hanya dapat dipilih untuk
sebanyak-banyaknya dua kali masa
Gubernur dan Deputi Gubernur Senior
diusulkan dan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Sementara Deputi
Gubernur diusulkan oleh Gubernur dan diangkat oleh Presiden dengan
persetujuan DPR.
Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia tidak dapat diberhentikan oleh Presiden,
kecuali bila mengundurkan diri, berhalangan tetap, atau melakukan tindak pidana
kejahatan.
1.5. Nama-nama Gubernur Bank Indonesia
§
2010-sekarang Darmin Nasution
§
2009-2010 Darmin Nasution (Pelaksana
tugas)
§
2009 Miranda Gultom (Pelaksana
tugas)
§
2008-2009 Boediono
§
2003-2008 Burhanuddin Abdullah
§
1998-2003 Syahril Sabirin
§
1993-1998 Sudrajad Djiwandono
§
1988-1993 Adrianus Mooy
§
1983-1988 Arifin Siregar
§
1973-1983 Rachmat Saleh
§
1966-1973 Radius Prawiro
§
1963-1966 T. Jusuf Muda Dalam
§
1960-1963 Mr. Soemarno
§
1959-1960 Mr. Soetikno Slamet
§
1958-1959 Mr. Loekman Hakim
§
1953-1958 Mr. Sjafruddin Prawiranegara
A. SISTEM PEMBAYARAN BANK INDONESIA
1.1.Perkembangan Sistem Pembayaran dan
Pengedaran Uang di Indonesia
Dinamika kehidupan masyarakat dewasa ini, telah melahirkan
pola pemikiran baru yang turut berkembang seiring dengan kemajuan zaman. Ketika
mekanisme pembayaran dituntut untuk selalu mengakomodir setiap kebutuhan
masyarakat dalam hal perpindahan dana secara cepat, aman dan efisien, maka
inovasi-inovasi teknologi pembayaran semakin bermunculan dengan sangat
pesat. Memberikan jawaban dengan berbagai fasilitas kemudahan dan
semakin tiada batas. Bank Indonesia dituntut untuk selalu memastikan bahwa
setiap perkembangan sistem pembayaran harus selalu berada pada koridor
ketentuan yang berlaku. Hal ini tentu saja demi kelancaran dan keamanan
jalannya kegiatan sistem pembayaran.
Berkaca pada kondisi tersebut, dan patut diingat bahwa
perkembangan sistem pembayaran tidak pernah terpisahkan dengan inovasi-inovasi
infrastruktur teknologi, maka perkembangan sistem pembayaran di Indonesia saat
ini mengarah pada upaya penguatan infrastruktur dan pengembangan sistem dengan
bertopang pada kemajuan teknologi informasi. Industri pembayaran baik
yang melibatkan bank maupun lembaga selain bank berlomba-lomba melakukan
pengembangan sistem pembayarannya. Bahkan saat ini peranan lembaga selain bank
(LSB) di dalam penyelenggaraan sistem pembayaran semakin nyata dengan semakin
banyaknya LSB yang melakukan kerjasama dengan perbankan baik
sebagai penyedia jaringan dan tidak menutup kemungkinan sebagai
penerbit dari instrumen-instrumen pembayaran tersebut. Bank Indonesia sebagai
penyelenggara kegiatan setelmen transaksi-transaksi melalui Sistem Bank
Indonesia (BI-RTGS), Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), dan Bank
Indonesia Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS) juga terus berupaya
memperbaiki dan memperbaharui mekanisme sistem yang ada agar selalu efisien,
aman dan sejalan dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan masyarakat yang
selalu berkembang. Ke semuanya itu nantinya akan mengarah kepada persiapan
teknologi pembayaran Indonesia dalam menghadapi rencana integrasi
ekonomi global di kawasan ASEAN pada tahun 2015 (MEA) yang juga menjadi faktor
pendorong penguatan infrastruktur dan pengembangan sistem yang bernilai besar
sampai kepada ritel.
Masyarakat pun dihadapkan pada berbagai macam pilihan instrumen pembayaran. Uang tunai tetap menjadi primadona dalam setiap kegiatan transaksi pembayaran. Namun instrumen pembayaran berbasis kertas paper based dan juga card based serta electronic based juga tak kalah menariknya dan semakin menjadi pilihan bagi masyarakat dalam melakukan transaksi. Tren pergeseran dari penggunaan paper based instrument seperti cek dan bilyet giro ke penggunaan card based dan electronic based instrument terlihat dari semakin terbiasanya masyarakat menggunakan alat pembayaran seperti kartu kredit, kartu ATM/Debet, transfer elektronik melalui kliring dan Real Time Gross Settlement (RTGS), Scripless Securities Settlement System (SSSS), uang elektronik baik yang berbentuk kartu(card based) maupun server based, pembayaran melalui saluran internet banking mobile payment dan fitur-fitur turunan lainnya. Walaupun tak dapat dipungkiri, ada segmen masyarakat tertentu yang masih atau lebih nyaman menggunakan cek/Bilyet Giro (BG).
Masyarakat pun dihadapkan pada berbagai macam pilihan instrumen pembayaran. Uang tunai tetap menjadi primadona dalam setiap kegiatan transaksi pembayaran. Namun instrumen pembayaran berbasis kertas paper based dan juga card based serta electronic based juga tak kalah menariknya dan semakin menjadi pilihan bagi masyarakat dalam melakukan transaksi. Tren pergeseran dari penggunaan paper based instrument seperti cek dan bilyet giro ke penggunaan card based dan electronic based instrument terlihat dari semakin terbiasanya masyarakat menggunakan alat pembayaran seperti kartu kredit, kartu ATM/Debet, transfer elektronik melalui kliring dan Real Time Gross Settlement (RTGS), Scripless Securities Settlement System (SSSS), uang elektronik baik yang berbentuk kartu(card based) maupun server based, pembayaran melalui saluran internet banking mobile payment dan fitur-fitur turunan lainnya. Walaupun tak dapat dipungkiri, ada segmen masyarakat tertentu yang masih atau lebih nyaman menggunakan cek/Bilyet Giro (BG).
Penguatan infrastruktur tersebut tercermin dimana Bank
Indonesia sebagai penyelenggara sistem pembayaran mulai mengoperasikan layanan
setelmen Payment-versus-Payment (PvP) pada Sistem Bank Indonesia Real Time
Gross Settlement (Sistem BI-RTGS). Layanan penyelesaian setelmen dari transaksi
jual beli valuta asing khususnya United States Dollar (USD) terhadap Indonesian
Rupiah (IDR) dilakukan secara bersamaan.
Hal ini untuk menghindari terjadinya risiko kegagalan
setelmen pada saat pertukaran nilai uang dilakukan. Selain itu dengan
kecenderungan transaksi pembayaran ke depan yang semakin tiada batas sudah
barang tentu memunculkan kebutuhan likuiditas yang semakin tinggi bagi para
pelaku ekonomi, antara lain munculnya ragam derivasi produk keuangan global dan
hilangnya batasan wilayah ekonomi regional yang digagas melalui MEA maupun
kerjasama regional lainnya. Selain PvP, penguatan infrastruktur lainnya adalah
penyatuan penyelenggaraan fungsi setelmen surat berharga BI-SSSS ke dalam
penyelenggaraan fungsi sistem pembayaran dan setelmen di Bank Indonesia (Sistem
BI-RTGS). Penyatuan tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi
penyelenggaraan kegiatan setelmen dana dan surat berharga berikut infrastruktur
dan sumber daya manusia yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas layanan
Bank Indonesia kepada stakeholders terkait.
Tak ketinggalan di sisi ritel, Sistem Kliring Nasional Bank
Indonesia (SKNBI) yang merupakan sistem kliring. Penyempurnaan SKNBI dilakukan
untuk meminimalkan risiko kredit pada kliring debet. Penerapan prinsip no money
no game pada proses penghitungan kliring debet yang baru, menuntut bank untuk
selalu menjaga kecukupan pendanaan awal agar dapat digunakan untuk memenuhi
kewajiban tagihan pembayaran dari bank lainnya. Hal ini mendorong bank peserta
kliring untuk melakukan pengelolaan likuiditasnya secara lebih baik dan
efisien. Masih di sisi pembayaran ritel, perkembangan industri pembayaran ritel
diarahkan kepada penciptaan interoperability antar sistem yang digunakan
demi terciptanya keamanan dan efisiensi sistem pembayaran. Standardisasi
nasional instrumen kartu ATM/Debet adalah salah satunya. Dilatarbelakangi oleh
isu keamanan bertransaksi dalam menggunakan kartu ATM/Debet, penggunaan
teknologi chip pada kartu ATM/Debet diyakini dapat meminimalkan timbulnya
kejahatan fraud pada kartu ATM/Debet. Selain itu, interoperability antar sistem
juga diciptakan pada penyelenggaraan uang elektronik. Dengan semakin maraknya
penggunaan uang elektronik di masyarakat yang sampai akhir 2010 mencapai
Rp693,5 milyar, maka interoperability dilakukan dengan mulai menciptakan uang
elektronik berbasis chip yang multipurpose. Multipurpose yang artinya satu
kartu dapat digunakan untuk melakukan transaksi di berbagai toko atau penyedia
barang dan jasa.
Penguatan sistem pembayaran tidak hanya dari sisi
infrastruktur saja. Bank Indonesia juga memperkuat kelembagaan industri
pembayaran dengan mendirikan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) dan
Asosiasi Penyelenggara Pengiriman Uang (APPUI). ASPI dan APPUI diharapkan mampu
menjadi mitra strategis Bank Indonesia dalam mendorong kondisi dan perilaku
pasar yang kompetitif. Keberadaan ASPI tersebut juga diharapkan dapat menjadi
motor penggerak dan pendukung utama kebijakan penataan infrastruktur sistem
pembayaran di Indonesia yang digulirkan Bank Indonesia.
Tak ketinggalan dan tak kalah pentingnya, perkembangan setiap
sisi sistem pembayaran harus memperhatikan aspek perlindungan konsumen.
Implementasi penyelenggaraan perlindungan konsumen yang telah memasuki tahun
ke-9 sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, secara umum masih belum optimal dirasakan manfaatnya
oleh konsumen yang merupakan bagian dari masyarakat, khususnya manakala
melakukan kegiatan transfer dana. Maka dari itu, Pemerintah dan Bank Indonesia
sebagai regulator sistem pembayaran menggarap serius Rancangan Undang-Undang
Transfer Dana (RUU Transfer Dana) yang diajukan oleh Pemerintah sebagai bentuk
landasan dan perlindungan hukum yang setara bagi setiap pihak yang terlibat
dalam kegiatan transfer dana termasuk kegiatan transfer dana antara
penyelenggara dengan nasabahnya.
Diharapkan dengan adanya UU Transfer Dana, masyarakat dapat
dengan nyaman dan aman melakukan setiap aktivitas transfer dana yang kian hari
kian meningkat. Nilai dan volume transaksi transfer dana di seluruh sistem
pembayaran sampai dengan akhir 2010 masing-masing sebesar Rp58,1 ribu triliun
2,1 miliar transaksi.
Namun di sisi lain, di tengah-tengah perkembangan teknologi
yang demikian pesat, tidak sedikit pula masyarakat Indonesia yang lebih
memilih melakukan pembayaran dengan menggunakan uang tunai. Budaya dan latar
belakang masyarakat Indonesia yang sebagian besar masih belum terjamah dengan
produk-produk perbankan (remote area) maupun tidak merasa nyaman dengan
teknologi pembayaran yang sarat akan isu keamanan, menjadikan uang tunai tetap
menjadi primadona dalam setiap kegiatan transaksi pembayaran.
Hal ini ditunjukkan dengan penggunaan uang kartal di
masyarakat yang sampai dengan akhir 2010 mencapai Rp274,0 triliun. Hal
ini merefleksikan masih banyaknya masyarakat yang memilih menggunakan uang
kartal untuk keperluan transaksi ekonomi. Masih cukup tingginya
kebutuhan masyarakat terhadap uang Rupiah perlu dibarengi
dengan perencanaan kebutuhan dan pengadaan uang secara komprehensif termasuk
ketepatan realisasinya; penyempurnaan unsur pengaman uang; kecepatan dan
ketepatan layanan kas; kelancaran dan keamanan distribusi uang ke seluruh
satuan kerja kas baik di KP dan KBI secara tepat waktu; serta optimalisasi
pengelolaan uang kartal.
Strategi kebijakan pengedaran uang pada tahun 2010 diarahkan
pada upaya untuk meningkatkan kehandalan pengedaran uang dan penyempurnaan
kualitas uang, yang meliputi pemenuhan uang, optimalisasi layanan kas,
pengelolaan uang dan pendistribusiannya, serta peningkatan pengamanan elemen
dan unsur pengaman uang, serta kelayakan uang yang beredar di berbagai wilayah
termasuk di daerah terpencil dan terdepan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Berbagai kebijakan di bidang pengedaran uang tersebut tetap mengacu
pada tiga pilar manajemen pengedaran uang yaitu 1) ketersediaan uang Rupiah
yang berkualitas, 2) layanan kas prima, dan 3) pengedaran uang yang aman,
handal, dan efisien
Terkait dengan pengkinian unsur pengaman uang, pada tahun
2010 Bank Indonesia mengeluarkan dan mengedarkan uang kertas pecahan Rp10.000 desain
baru dan uang logam pecahan Rp1.000. Selain itu, upaya penanggulangan uang
palsu tetap dilakukan baik secara preventif melalui berbagai sosialisasi dan
edukasi keaslian uang Rupiah maupun secara represif melalui kerjasama dengan
POLRI dalam meningkatkan koordinasi satuan tugas (satgas) pengungkapan kasus
tindak pidana uang palsu dan saksi ahli.
Perilaku masyarakat untuk menyimpan uang logam hoarding
menyebabkan perputaran uang logam di masyarakat maupun tingkat pengembalian
uang logam ke perbankan dan Bank Indonesia menjadi terhambat. Untuk
mengoptimalkan pengedaran/perputaran uang logam di masyarakat dan sebagai upaya
perwujudan perlindungan konsumen, pada tanggal 31 Juli 2010 Bank Indonesia
bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementrian
Perdagangan Republik Indonesia dan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia
(APRINDO), menandatangani Memorandum of Understanding atau Nota Kesepakatan
tentang pencanangan kegiatan Gerakan Peduli Koin Nasional
Mempertimbangkan potensi peningkatan kegiatan pengedaran
uang, prioritas arah kebijakan
Bank Indonesia di bidang pengedaran uang tersusun dalam
tiga rancangan kebijakan yaitu 1) peningkatan kualitas uang yang beredar di
masyarakat dan pemenuhan permintaan uang sesuai dengan jenis pecahan yang
dibutuhkan oleh masyarakat/perbankan; 2) peningkatan efektivitas operasional
kas di Bank Indonesia dan perbankan; serta 3) pengembangan layanan kas Bank
Indonesia dengan mengikutsertakan peran perbankan dan instansi terkait.
Strategi untuk meningkatkan
efektivitas operasional kas di Bank Indonesia ke depan dilakukan antara lain
dengan menyempurnakan sistem dan prosedur layanan kas yang bersifat customer
oriented dan pengembangan sistem informasi layanan kas. Sementara itu
pengembangan layanan kas diarahkan pada peningkatan kegiatan kas keliling dan kas
titipan di daerah terpencil,terdepanNKRI.
Memperhatikan berbagai isu strategis tersebut, maka Kebijakan BI selama tahun 2010 difokuskan pada upaya untuk meningkatkan kehandalan uang Rupiah dan penyempurnaan kualitas uang dengan tetap mengacu pada tiga pilar manajemen pengedaran uang yaitu 1) Ketersediaan uang Rupiah yang berkualitas, 2) Layanan Kas Prima, dan 3) Pengedaran Uang yang aman, handal, dan efisien.
Dalam rangka mendukung ketersediaan uang Rupiah yang
berkualitas, beberapa penerapan kebijakan meliputi penyusunan rencana kebutuhan
uang termasuk rencana pengadaan dan realisasi pengadaan uang dan bahan uang,
yang diikuti dengan pendistribusian uang ke berbagai wilayah secara tepat
waktu. Selain itu terkait dengan pengkinian unsur pengaman uang, BI
mengeluarkan dan mengedarkan Uang Kertas pecahan Rp10.000 desain baru dan uang
logam pecahan Rp1.000. Clean money policy merupakan kebijakan BI untuk menjaga
kualitas uang yang diedarkan melalui kegiatan pemusnahan uang dan melakukan
pencabutan uang logam pecahan Rp25. Dari sisi penanggulangan uang palsu, BI
tetap mengupayakan intensifikasi dan ekstensifikasi strategi komunikasi melalui
sosialisasi dan edukasi ciri keaslian uang Rupiah kepada masyarakat baik secara
langsung, melalui media, dan kerjasama dengan intansi terkait, karena terbukti
cukup efektif dalam meningkatkan pemahaman masyarakat. Secara represif,
dilakukan kerjasama dengan POLRI dalam meningkatkan koordinasi satuan tugas
(satgas) pengungkapan kasus tindak pidana uang palsu dan saksi ahli. Berikut
digambarkan perkembangan terkini dari berbagai jenis sistem pembayaran dan
penyelenggaranya.
Berikut digambarkan perkembangan terkini dari berbagai jenis sistem
pembayaran dan penyelenggaranya.
Sistem
|
Tipe Transaksi
|
Penyelenggara
|
Peserta
|
|||
Bank Indonesia -Real Time Gross Settlement
System(BI-RTGS)
|
•
|
Transfer Kredit
|
•
|
Bank Indonesia
|
•
|
145 bank termasuk unit usaha syariah
|
•
|
Transaksi menggunakan central bank money
|
•
|
5 Lembaga Selain Bank (LSB)
|
|||
•
|
Lebih diutamakan untuk transaksi nilai
besar dan bersifat penting seperti transaksi pengelolaan moneter, transaksi
Pemerintah, transaksi Pasar Uang Antar Bank, transaksi setelmen hasil kliring
antar bank dan kliring pasar modal
|
•
|
41 perserta dari Bank Indonesia
|
|||
•
|
Setelmen untuk transaksi surat berharga (SBI
dan SUN) yang setelmennya dilakukan pada sistem Bank Indonesia Scripless
Securities Settlement System (BI-SSSS)
|
|||||
•
|
Mekanisme gross settlement dan
bersifat no money no game
|
|||||
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)
|
•
|
Transfer Kredit untuk transaksi ritel dengan
nilai di bawah Rp100 juta
|
•
|
Bank Indonesia
|
•
|
142 bank termasuk unit usaha syariah
|
•
|
Kliring warkat debet (cek, bilyet giro, nota
debet lainnya)
|
•
|
Bank Indonesia
|
|||
•
|
Mekanisme net settlement
|
|||||
•
|
Untuk kliring debet berlaku mekanisme no
money no game
|
|||||
Bank IndonesiaScripless Securities
Settlement System(BI-SSSS)
|
•
|
Berfungsi sebagai sarana setelmen dan
pencatatan kepemilikan surat berharga secara elektronis
|
•
|
Bank Indonesia
|
•
|
138 Bank umum termasuk unit usaha syariah
|
•
|
Setelmen surta berharga yang dilakukan melalui
BI-SSSS dilakukan secara DvP
|
•
|
16 Sub registry yang terdiri
atas bank yang serupa dengan lembaga custodian
|
|||
•
|
16 lembaga selain bank
|
|||||
•
|
6 perserta dari Bank Indonesia
|
|||||
Central Depository and Book Entry Settlement
System(C-Best)
|
•
|
Setelmen dana untuk penyelesaian sisi dana dari
transaksi sekuritas yang diperdagangkan di pasar modal
|
•
|
PT. Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI)
|
•
|
Seluruh anggota Bursa Efek Indonesia
|
•
|
Setelmen dana dilakukan melalui 4 bank setelmen
yang menjadi tempat rekening anggota bursa
|
|||||
Mekanisme setelmen USD/IDRPayment Versus
Payment (PvP)
|
•
|
Penyelesaian (setelmen) dari
transaksi-transaksi jual-beli Dolar Amerika Serikat (USD) terhadap Rupiah
(IDR) antar-bank di Indonesia
|
Bank Indonesia untuk sisi IDR dan Hong Kong
Monetary Authority untuk USD
|
35 Bank umum termasuk unit usaha syariah
|
||
•
|
Dilakukan melalui BI RTGS untuk sisi IDR dan
melalui USD CHATS untuk USD
|
|||||
Jaringan Prinsipal Kartu ATM (Nasional)
|
•
|
Transfer dana elektronik menggunakan kartu ATM
|
•
|
PT. Artajasa Pembayaran Elektronis (ATM
Bersama)
|
•
|
74 bank anggota
|
•
|
PT. Rintis Sejahtera (PRIMA)
|
•
|
39 bank anggota
|
|||
•
|
PT. Alto Network (ALTO)
|
•
|
17 bank anggota
|
|||
Internal ATM Bank (Proprietary ATM)
|
Transfer dana elektronik dengan menggunakan
kartu ATM untuk pemZiabukuan antar rekening di bank yang sama
|
Beberapa bank yang menyediakan fasilitas
tersebut
|
||||
Jaringan Prinsipal Kartu ATM (Internasional)
|
•
|
Transfer dana elektronik menggunakan kartu ATM
|
•
|
Mastercard International (Cirrus)
|
•
|
8 Bank
|
•
|
Visa International (Plus)
|
•
|
10 bank anggota
|
|||
Jaringan Prinsipal Kartu Debet (Nasional)
|
•
|
Transfer dana secara elektronik melalui point
of sales (jaringan yang terpasang pada merchant)
|
PT. Rintis Sejahtera (Debet Prima)
|
•
|
29 bank termasuk konvensional dan Unit Usaha
Syariah (UUS)
|
|
PT. Artajasa Pembayaran Elektronis (Debet ATM
Bersama)
|
•
|
7 bank termasuk konvensional dan Unit Usaha
Syariah (UUS)
|
||||
PT. Alto Network (ALTO Debet)
|
4 bank anggota
|
|||||
Jaringan Prinsipal Kartu Debet (Internasional)
|
•
|
Mastercard International (Maestro)
|
•
|
8 bank anggota
|
||
•
|
Visa International (Electron)
|
•
|
10 bank anggota
|
|||
Internal Debit Bank (Propietary Debit)
|
Transfer dana elektronik dengan menggunakan
kartu debet untuk pemZiabukuan antar rekening di bank yang sama
|
Beberapa bank yang menyediakan fasilitas
tersebut
|
||||
Jaringan Prinsipal Kartu Kredit
|
•
|
Pembayaran secara elektronik menggunakan kartu
kredit
|
•
|
Visa International
|
•
|
18 bank anggota
|
•
|
Mastercard International
|
•
|
18 Bank umum dan 1 lembaga selain bank
|
|||
•
|
JCB
|
•
|
1 bank anggota
|
|||
•
|
American Express
|
•
|
1 bank
|
|||
•
|
China UnionPay
|
•
|
1 bank
|
|||
Uang Elektronik
|
•
|
Pembayaran secara elektronik dimana nilai uang
tersimpan pada instrumen/device yang digunakan
|
•
|
Bank dan lembaga non bank
|
•
|
6 Bank
|
•
|
4 Perusahaan telekomunikasi
|
|||||
•
|
1 Perusahaan
|
|||||
Kegiatan Usaha Pengiriman Uang Non bank
|
•
|
Pengiriman uang ke luar wilayah RI, ke dalam
wilayah RI, dan dalam wilayah RI
|
•
|
Perusahaan Telekomunikasi
|
||
•
|
Kantor Pos
|
|||||
•
|
Pegadaian
|
|||||
•
|
Perusahaan Jasa Titipan yang menyelenggarakan
jasa pengiriman uang
|
|||||
•
|
Badan Usaha
|
|||||
•
|
Perorangan
|
|||||
Money Transfer Operator (Penyediaan sistem
pemrosesan transfer dana)
|
Menyediakan sistem/jaringan dalam kegiatan
transfer dana baik ke luar wilayah Republik Indonesia, ke dalam wilayah
Republik Indonesia, maupun dalam wilayah Republik Indonesia.
|
Western Union
|
Beberapa bank, PT. Pos Indonesia, dan badan usaha-badan
usaha bukan bank yang menjadi agen Western Union
|
|||
MoneyGram
|
Beberapa bank dan badan usaha-badan usaha bukan
bank yang menjadi agen MoneyGram
|
|||||
FireCash BCA sebagai MTO domestik
|
Terhubung dengan 44 institusi di luar negeri
dan sebagai encashment point di
905 Cabang BCA
|
1.2.Bank Indonesia dalam Sistem Pembayaran
Menjaga
stabilitas nilai tukar rupiah adalah tujuan Bank Indonesia sebagaimana
diamanatkan Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Untuk
menjaga stabilitas rupiah itu perlu disokong pengaturan dan pengelolaan akan
kelancaran Sistem Pembayaran Nasional (SPN). Kelancaran SPN ini juga perlu
didukung oleh infrastruktur yang handal (robust). Jadi, semakin lancar dan
hadal SPN, maka akan semakin lancar pula transmisi kebijakan moneter yang
bersifat time critical. Bila kebijakan moneter berjalan lancar maka muaranya
adalah stabilitas nilai tukar.
BI adalah lembaga yang
mengatur dan menjaga kelancaran SPN. Sebagai otoritas moneter, bank sentral
berhak menetapkan dan memberlakukan kebijakan SPN. Selain itu, BI juga memiliki
kewenangan memeberikan persetujuan dan perizinan serta melakukan pengawasan
(oversight) atas SPN. Menyadari kelancaran SPN yang bersifat penting secara
sistem (systemically important), bank sentral memandang perlu menyelenggarakan
sistem settlement antar bank melalui infrastruktur BI-Real Time Gross
Settlement(BI-RTGS).
Selain itu masih ada tugas BI dalam SPN, misalnya, peran sebagai penyelenggara sistem kliring antarbank untuk jenis alat-alat pembayaran tertentu. Bank sentral juga adalah satu-satunya lembaga yang berhak mengeluarkan dan mengedarkan alat pembayaran tunai seperti uang rupiah. BI juga berhak mencabut, menarik,memusnahkan uang rupiah yang sudah tak berlakudari,peredaran.
Berbekal kewenangan itu, BI pun menetapkan sejumlah kebijakan dari komponen SPN ini. Misalnya, alat pembayaran apa yang boleh dipergunakan di Indonesia. BI juga menentukan standar alat-alat pembayaran tadi serta pihak-pihak yang dapat menerbitkan dan/atau memproses alat-alat pembayaran tersebut. BI juga berhak menetapkan lembaga-lembaga yang dapat menyelenggarakan sistem pembayaran. Ambil contoh, sistem kliring atau transfer dana, baik suatu sistem utuh atau hanya bagian dari sistem saja. Bank sentral juga memiliki kewenangan menunjuk lembaga yang bisa menyelenggarakan sistem settlement. Pada akhirnya BI juga mesti menetapkan kebijakan terkait pengendalian resiko, efisiensi serta tata kelola (governance)SPN.
Selain itu masih ada tugas BI dalam SPN, misalnya, peran sebagai penyelenggara sistem kliring antarbank untuk jenis alat-alat pembayaran tertentu. Bank sentral juga adalah satu-satunya lembaga yang berhak mengeluarkan dan mengedarkan alat pembayaran tunai seperti uang rupiah. BI juga berhak mencabut, menarik,memusnahkan uang rupiah yang sudah tak berlakudari,peredaran.
Berbekal kewenangan itu, BI pun menetapkan sejumlah kebijakan dari komponen SPN ini. Misalnya, alat pembayaran apa yang boleh dipergunakan di Indonesia. BI juga menentukan standar alat-alat pembayaran tadi serta pihak-pihak yang dapat menerbitkan dan/atau memproses alat-alat pembayaran tersebut. BI juga berhak menetapkan lembaga-lembaga yang dapat menyelenggarakan sistem pembayaran. Ambil contoh, sistem kliring atau transfer dana, baik suatu sistem utuh atau hanya bagian dari sistem saja. Bank sentral juga memiliki kewenangan menunjuk lembaga yang bisa menyelenggarakan sistem settlement. Pada akhirnya BI juga mesti menetapkan kebijakan terkait pengendalian resiko, efisiensi serta tata kelola (governance)SPN.
Peranan Bank Indonesia dalam sistem pembayaran sangat luas,
karena sebagai operator, regulator, dan sekaligus sebagai pengawas. Hubungan
bank sentral dengan sistem pembayaran setiap Negara memiliki kadar yang
berbeda, ada yang memiliki keterlibatan tinggi (Indonesia), dan ada yang
sedikit (Hongkong).Peranan bank sentral dalam sistem pembayaran dapat dilihat
pada tabel 1.
Tabel 1: Peran Bank Sentral Dalam Sistem Pembayaran
Negara
|
Keterlibatan
|
Hubungan Dengan Sistem
Pembayaran
|
Hongkong
|
Sedikit
|
Memberi saran dalam regulasi
|
Perancis
|
Sedikit
|
Pengawas
|
Brunei
|
Sedikit
|
Dilakukan oleh Brunei Association
of Banks
|
USA
|
Sebagian
|
Pengawas dan Operator
|
Inggris
|
Sebagian
|
Pengawas dan Operator RTGS
|
Belanda
|
Sebagian
|
Pengawas dan Operator
|
Indonesia
|
Ya
|
Operator, Regulator, dan Pengawas
|
Jepang
|
Ya
|
Operator dan Pengawas
|
Malaysia
|
Ya
|
Kliring dan Transfer Elektro
|
Saudi Arabia
|
Ya
|
Operator dan Pengawas
|
Berbagai
tugas Bank Indonesia di bidang Sistem Pembayaran dilaksanakan dalam satu
struktur organisasi sistem pembayaran yang menangani sistem pembayaran dan
pengedaran uang sebagai berikut :
Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Berdasarkan UU. No. 23 Tahun 1999 tentang
Bank Indonesia, wewenang mengatur, mengawasi, dan memberi atau mencabut izin
berdirinya bank mutlak menjadi wewenang Bank Indonesia. Luasnya cakupan
tugas dan wewenang Bank Indonesia menimbulkan kerentanan akan keefektifan
khususnya tugas pengawasan. Mengingat begitu banyaknya bank-bank umum dan Bank
Prekreditan Rakyat yang harus diawasi. Maraknya kasus perbankan seperti kasus
Bank Century, City Bank, dan pembobolan bank oleh orang dalam menunjukkan
lemahnya system intern bank itu sendiri dan pengawasan oleh Bank Indonesia.
Oleh sebab itu, timbul gagasan tugas
pengawasan perbankan diserahkan ke lembaga khusus. Tugas mengawasi bank akan
dilakukan oleh lembaga pengawas sektor jasa keuangan yang independen, dan
dibentuk dengan undang-undang yang pembentukannya dilaksanakan
selambat-lambatnya 31 Desember 2010. Tetapi sampai dengan akhir tahun 2010,
lembaga yang rencananya akan diberi nama Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
belum terbentuk.
Tarik menarik kepentingan antara Bank Indonesia
dengan pihak-pihak lain terus terjadi, sehingga terbentuknya OJK berjalan
dengan alot. Rencanana OJK tidak hanya bertugas mengawasi sektor perbankan,
tetapi juga jasa keuangan lainnya seperti: asuransi, dana pensiun, bursa efek,
bursa berjangka, dan badan penyelenggara program jaminan sosial.
1.3.Bank Indonesia Dalam Mengendalikan Jumlah Uang Beredar
Suatu Negara yang modern dapat dilihat dari
peranan perbankan yang sangat dominan dalam memajuan perekonomian. Perbankan
yang sehat baik secara individu maupun secara komunitas sangat berpengaruh pada
pertumbuhan perekonomian suatu Negara. Oleh sebab itu, Bank Indonesia
sebagimana diamanatkan undang-undang untuk menjaga aktivitas perbankan dengan
berbagai regulasi agar sistem perbankan menjadi lebih baik.
Di sisi alat pembayaran tunai, Bank
Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan
mengedarkan uang Rupiah serta mencabut, menarik dan memusnahkan uang dari
peredaran. Terkait dengan peran BI dalam mengeluarkan dan mengedarkan uang,
Bank Indonesia senantiasa berupaya untuk dapat memenuhi kebutuhan uang kartal
di masyarakat baik dalam nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat
waktu, dan dalam kondisi yang layak edar (clean money policy). Untuk mewujudkan
clean money policy tersebut, pengelolaan pengedaran uang yang dilakukan oleh
Bank Indonesia dilakukan mulai dari pengeluaran ,pengedaran , pencabutan dan
penarikan sampai dengan pemusnahan,uang.
Sebelum melakukan pengeluaran uang Rupiah, terlebih dahulu dilakukan perencanaan agar uang yang dikeluarkan memiliki kualitas yang baik sehingga kepercayaan masyarakat tetap terjaga. Perencanaan yang dilakukan Bank Indonesia meliputi perencanaan pengeluaran emisi baru dengan mempertimbangkan tingkat pemalsuan, nilai intrinsik serta masa edar uang. Selain itu dilakukan pula perencanaan terhadap jumlah serta komposisi pecahan uang yang akan dicetak selama satu tahun kedepan. Berdasarkan perencanaan tersebut kemudian dilakukan pengadaan uang baik untuk pengeluaran uang emisi baru maupun pencetakan rutin terhadap uang emisi lama yang telah dikeluarkan.
Sebelum melakukan pengeluaran uang Rupiah, terlebih dahulu dilakukan perencanaan agar uang yang dikeluarkan memiliki kualitas yang baik sehingga kepercayaan masyarakat tetap terjaga. Perencanaan yang dilakukan Bank Indonesia meliputi perencanaan pengeluaran emisi baru dengan mempertimbangkan tingkat pemalsuan, nilai intrinsik serta masa edar uang. Selain itu dilakukan pula perencanaan terhadap jumlah serta komposisi pecahan uang yang akan dicetak selama satu tahun kedepan. Berdasarkan perencanaan tersebut kemudian dilakukan pengadaan uang baik untuk pengeluaran uang emisi baru maupun pencetakan rutin terhadap uang emisi lama yang telah dikeluarkan.
Uang Rupiah yang telah
dikeluarkan tadi kemudian didistribusikan atau diedarkan di seluruh wilayah
melalui Kantor Bank Indonesia. Kebutuhan uang Rupiah di setiap kantor Bank
Indonesia didasarkan pada jumlah persediaan, keperluan pembayaran, penukaran
dan penggantian uang selama jangka waktu tertentu. Kegitan distribusi dilakukan
melalui sarana angkutan darat, laut dan udara. Untuk menjamin keamanan jalur
distribusi senantiasa dilakukan baik melalui pengawalan dan peningkatan sarana
sistem monitoring.
Kegiatan pengedaran uang juga dilakukan melalui pelayanan kas kepada bank umum maupun masyarakat umum. Layanan kas kepada bank umum dilakukan melalui penerimaan setoran dan pembayaran uang Rupiah. Sedangkan kepada masyarakat dilakukan melalui penukaran secara langsung melalui loket-loket penukaran di seluruh kantor Bank Indonesia atau melalui kerjasama dengan perusahaan yang menyediakan penukaran . Lebih lanjut, kegiatan pengelolaan uang Rupiah yang dilakukan Bank Indonesia adalah pencabutan uang terhadap suatu pecahan dengan tahun emisi tertentu yang tidak lagi berlaku sebagai alat pembayaran yang sah. Pencabutan uang dari peredaran dimaksudkan untuk mencegah dan meminimalisasi peredaran uang palsu serta menyederhanakan komposisi dan emisi pecahan. Uang Rupiah yang dicabut tersebut dapat ditarik dengan cara menukarkan ke Bank Indonesia
Kegiatan pengedaran uang juga dilakukan melalui pelayanan kas kepada bank umum maupun masyarakat umum. Layanan kas kepada bank umum dilakukan melalui penerimaan setoran dan pembayaran uang Rupiah. Sedangkan kepada masyarakat dilakukan melalui penukaran secara langsung melalui loket-loket penukaran di seluruh kantor Bank Indonesia atau melalui kerjasama dengan perusahaan yang menyediakan penukaran . Lebih lanjut, kegiatan pengelolaan uang Rupiah yang dilakukan Bank Indonesia adalah pencabutan uang terhadap suatu pecahan dengan tahun emisi tertentu yang tidak lagi berlaku sebagai alat pembayaran yang sah. Pencabutan uang dari peredaran dimaksudkan untuk mencegah dan meminimalisasi peredaran uang palsu serta menyederhanakan komposisi dan emisi pecahan. Uang Rupiah yang dicabut tersebut dapat ditarik dengan cara menukarkan ke Bank Indonesia
Sementara itu untuk menjaga
menjaga kualitas uang Rupiah dalam kondisi yang layak edar di masyarakat, Bank
Indonesia melakukan kegiatan pemusnahan uang. Uang yang dimusnahkan tersebut
adalah uang yang sudah dicabut dan ditarik dari peredaran, uang hasil cetak
kurang sempurna dan uang yang sudah tidak layak edar. Kegiatan pemusnahan uang
diatur melalui prosedur dan dilaksanakan oleh jasa pihak ketiga yang dengan
pengawasan oleh tim Bank Indonesia (BI).
Selain itu juga menjaga kestabilan moneter merupakan tugas
Bank Indonesia untuk menjamin peredaran uang sesuai dengan yang diperlukan guna
mencapai pertumbuhan ekonomi tanpa mengakibatkan inflasi tinggi.
Kebijakan moneter merupakan kebijakan Bank
Indonesia dalam bentuk pengendalian besaran moneter dan atau suku bunga untuk
mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan. Pada umumnya
kegiatan perekonomian yang diinginkan oleh otoritas moneter adalah tercapainya
stabilitas ekonomi makro.Besaran moneter yang perlu dikendalikan terdiri dari
jumlah uang beredar dalam arti sempit (M1) dan jumlah uang beredar dalam arti
luas (M2), serta kredit, karena ketiga unsur tersebut akan
memengaruhi jumlah uang beredar. Sedangkan perkembangan perekonomian yang
diinginkan oleh otoritas moneter adalah stabilitas ekonomi makro yang
tercermin, antara lain oleh:
1.
stabilitas harga
(inflasi yang relatif rendah);
2.
membaiknya perkembangan
output riil (pertumbuhan ekonomi yang tinggi);
3.
luasnya kesempatan
kerja yang tersedia (tingkat pengangguran yang semakin menurun).
.
B.
PENGAWASAN BANK INDONESIA
1.1.SISTEM PENGAWASAN BANK OLEH BANK INDONESIA
Dalam menjalankan tugas pengawasan bank, saat ini BI
melaksanakan sistem pengawasannya dengan menggunakan 2 pendekatan yakni
pengawasan berdasarkan kepatuhan (compliance based supervision) dan
pengawasan berdasarkan risiko (risk based supervision/RBS). Dengan
adanya pendekatan RBS tersebut, bukan berarti mengesampingkan pendekatan
berdasarkan kepatuhan, namun merupakan upaya untuk menyempurnakan sistem
pengawasan sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengawasan
perbankan. Secara bertahap, pendekatan pengawasan yang diterapkan oleh BI akan
beralih menjadi sepenuhnya pengawasan berdasarkan risiko.
1. Pengawasan
Berdasarkan Kepatuhan (Compliance
Based Supervision)
Pendekatan pengawasan berdasarkan kepatuhan pada dasarnya
menekankan pemantauan kepatuhan bank untuk melaksanakan ketentuan ketentuan
yang terkait dengan operasi dan pengelolaan bank. Pendekatan ini mengacu pada
kondisi bank di masa lalu dengan tujuan untuk memastikan bahwa bank telah
beroperasi dan dikelola secara baik dan benar menurut prinsip-prinsip
kehati-hatian.
2. Pengawasan
Berdasarkan Risiko (Risk Based
Supervision)
Pendekatan pengawasan berdasarkan risiko merupakan
pendekatan pengawasan yang berorientasi ke depan (forward looking). Dengan
menggunakan pendekatan tersebut pengawasan/pemeriksaan suatu bank difokuskan
pada risiko-risiko yang melekat (inherent risk)pada aktivitas fungsional
bank serta sistem pengendalian risiko (risk control system). Melalui
pendekatan ini akan lebih memungkinkan otoritas pengawasan bank untuk proaktif
dalam melakukan pencegahan terhadap permasalahan yang potensial timbul di bank.
Pendekatan pengawasan berdasarkan risiko memiliki siklus pengawasan sebagai
berikut :
Jenis-Jenis
Risiko Bank :
- Risiko Kredit : Risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty memenuhi kewajibannya.
- Risiko Pasar : Risiko yang timbul karena adanya pergerakan variabel pasar (adverse movement) dari portofolio yang dimiliki oleh Bank,yang dapat merugikan Bank. Variabel pasar antara lain adalah suku bunga dan nilai tukar.
- Risiko Likuiditas : Risiko yang antara lain disebabkan Bank tidak mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh waktu.
- Risiko Operasional : Risiko yang antara lain disebabkan adanya ketidakcukupan dan atau tidak berfungsinya proses internal,kesalahan manusia, kegagalan sistem, atau adanya problem eksternal yang mempengaruhi operasional Bank.
- Risiko
Hukum : Risiko yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek
yuridis. Kelemahan aspek yuridis antara lain disebabkan adanya tuntutan
hukum, ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung atau
kelemahan perikatan seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya kontra.
- Risiko Reputasi : Risiko yang antara lain disebabkan adanya publikasi negatif yang terkait dengan kegiatan usaha Bank atau persepsi negatif terhadap Bank.
- Risiko Strategik : Risiko yang antara lain disebabkan adanya penetapan dan pelaksanaan strategi Bank yang tidak tepat pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat atau kurang responsifnya Bank terhadap perubahan eksternal.
- Risiko Kepatuhan : Risiko yang disebabkan Bank tidak mematuhi atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku.
` 1.2. Sistem Informasi Pelaporan Bank kepada
Bank Indonesia
1.2.1. Sistem Informasi Manajemen – Sektor Perbankan Bank Indonesia
(SIM-SPBI)
SIMSPBI merupakan sistem informasi terpadu untuk mendukung tugas
pengawasan, pemeriksaan dan pengaturan perbankan BI.
Tujuan dari
penerapan SIM-SPBI adalah :
- Meningkatkan efektivitas dan efisiensi sistem pengawasan dan pemeriksaan bank;
- Menciptakan keseragaman (standarisasi) dalam pelaksanaan tugas pengawasan dan pemeriksaan bank.
- Mengoptimalkan Pengawas dan Pemeriksa Bank dalam menganalisa kondisi bank sehingga dapat meningkatkan mutu pengawasan dan pemeriksaan bank;
- Memudahkan audit trail oleh pihak yang berkepentingan;
- Meningkatkan keamanan dan integritas data serta informasi
SIM-SPBI
terdiri dari 3 subsistem yakni :
- Sistem Informasi Manajemen Pengawasan (SIMWAS), merupakan sistem informasi untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi tugas-tugas pengawasan, pemeriksaan dan penelitian bank umum. Melalui SIMWAS, pengawas bank akan mampu mengoptimalkan kegiatan analisa dan memperoleh informasi mengenai kondisi keuangan bank (termasuk Tingkat Kesehatan Bank dan profil risiko) secara cepat. Modul-modul yang tersedia antara lain modul Data Pokok Bank dan modul Fit and Proper Test (FPT).
- Sistem Informasi Bank dalam Investigasi (SIBADI), merupakan sistem informasi untuk meningkatkan tertib administrasi dan kemudahan pemantauan tugas dalam rangka investigasi tindak pidana di bidang perbankan. Melalui SIBADI, dapat dilakukan pemantauan terhadap perkembangan investigasi atas dugaan tindak pidana yang diakukan oleh suatu bank sejak laporan penyimpangan diterima, jadwal investigasi, langkah-langkah yang telah dilakukan sampai dengan hasil akhir investigasi dimaksud.
- Data Mart Data Pokok Bank, yang menyediakan informasi yang berkaitan dengan kelembagaan, kepemilikan dan kepengurusan, operasional dan strategi pengawasan yang diterapkan pada suatu bank sehingga diharapkan dapat mengoptimalkan informasi dalam rangka pengawasan dan pembinaan bank.
1.2.2. Sistem Informasi Debitur (SID)
SID adalah sistem yang menyediakan informasi mengenai debitur baik
perorangan maupun badan usaha, yang diolah berdasarkan laporan penyediaan dana
yang diterima Bank Indonesia dari Pelapor. SID dikembangkan dengan tujuan untuk
membantu :
- Bagi pemberi kredit, antara lain :
- Membantu dalam mempercepat proses analisis dan pengambilan keputusan pemberian kredit
- Mengurangi ketergantungan pemberi kredit kepada agunan konvensional.Pemberi kredit dapat menilai reputasi kredit calon debitur sebagai pengganti/pelengkap agunan.
- Bagi penerima kredit, antara lain :
- Mempercepat waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh persetujuan kredit
- Nasabah baru,khususnya yang tergolong sebagai UMKM,a kan mendapat akses yang lebih luas kepada pemberi kredit dengan mengandalkan reputasi keuangannya tanpa harus tergantung pada kemampuan untuk menyediakan agunan.
1.2.3. Sistem Informasi Manajemn Pengawasan
BPR (SIMWAS BPR)
SIMWAS-BPR merupakan sistem informasi untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi sistem pengawasan BPR. Melalui SIMWAS, pengawas BPR akan mampu mengoptimalkan kegiatan analisis terhadap kondisi BPR, mempercepat diperolehnya informasi kondisi keuangan BPR (termasuk Tingkat Kesehatan BPR), meningkatkan keamanan dan integritas data serta informasi perbankan. Modul-modul yang tersedia dalam aplikasi SIMWAS BPR antara lain modul perizinan pendirian BPR, data pokok BPR, Tingkat Kesehatan BPR, status BPR, cabut izin usaha dan likuidasi BPR
1.2.4. Tujuan Pengaturan dan Pengawasan Bank
Pengaturan dan
pengawasan bank diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi perbankan Indonesia
sebagai:
- Lembaga kepercayaan masyarakat dalam kaitannya sebagai lembaga penghimpun dan penyalur dana
- Pelaksana kebijakan moneter;
- Lembaga yang ikut berperan dalam membantu pertumbuhan ekonomi serta pemerataan; agar tercipta sistem perbankan yang sehat,baik sistem perbankan secara menyeluruh maupun individual, dan mampu memelihara kepentingan masyarakat dengan baik, berkembang secara wajar dan bermanfaat bagi perekonomian nasional.
Untuk mencapai
tujuan tersebut pendekatan yang dilakukan dengan menerapkan:
- Kebijakan memberikan keleluasaan berusaha (deregulasi);
- Kebijakan prinsip kehati-hatian bank (prudential banking); dan
- Pengawasan bank yang mendorong bank untuk melaksanakan secara konsisten ketentuan intern yang dibuat sendiri (self regulatory banking) dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya dengan tetap mengacu kepada prinsip kehati-hatian.
1.2.5. Kewenangan Pengaturan dan Pengawasan Bank
Pengaturan dan
pengawasan bank oleh BI meliputi wewenang sebagai berikut:
- Kewenangan memberikan izin (right to license), yaitu kewenangan untuk menetapkan tatacara perizinan dan pendirian suatu bank. Cakupan pemberian izin oleh BI meliputi pemberian izin dan pencabutan izin usaha bank, pemberian izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank, pemberian persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank, pemberian izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu.
- Kewenangan untuk mengatur (right to regulate), yaitu kewenangan untuk menetapkan ketentuan yang menyangkut aspek usaha dan kegiatan perbankan dalam rangka menciptakan perbankan sehat yang mampu memenuhi jasa perbankan yang diinginkan masyarakat.
- Kewenangan untuk mengawasi (right to control), yaitu kewenangan melakukan pengawasan bank melalui pengawasan langsung (on-site supervision) dan pengawasan tidak langsung (off-site supervision). Pengawasan langsung dapat berupa pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus,yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang keadaan keuangan bank dan untuk memantau tingkat kepatuhan bank terhadap peraturan yang berlaku serta untuk mengetahui apakah terdapat praktik-praktik yang tidak sehat yang membahayakan kelangsungan usaha bank. Pengawasan tidak langsung yaitu pengawasan melalui alat pemantauan seperti laporan berkala yang disampaikan bank,laporan hasil pemeriksaan dan informasi lainnya. Dalam pelaksanaannya, apabila diperlukan BI dapat melakukan pemeriksaan terhadap bank termasuk pihak lain yang meliputi perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait, pihak terafiliasi dan debitur bank. BI dapat menugasi pihak lain untuk dan atas nama BI melaksanakan tugas pemeriksaan.
- Kewenangan untuk mengenakan sanksi (right to impose sanction), yaitu kewenangan untuk menjatuhkan sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan terhadap bank apabila suatu bank kurang atau tidak memenuhi ketentuan. Tindakan ini mengandung unsur pembinaan agar bank beroperasi sesuai dengan asas perbankan yang sehat.
C. UANG RUPIAH
1.1. Unsur
Pengaman Uang Rupiah
Uang Rupiah memiliki ciri-ciri
berupa tanda-tanda tertentu yang bertujuan mengamankan uang Rupiah dari upaya
pemalsuan. Secara umum, ciri-ciri keaslian uang Rupiah dapat dikenali dari
unsur pengaman yang tertanam pada bahan uang dan teknik cetak yang digunakan,
yaitu :
Tanda Air (Watermark) dan Electrotype
Pada kertas uang terdapat tanda air berupa gambar yang akan terlihat apabila diterawangkan ke arah cahaya.
Pada kertas uang terdapat tanda air berupa gambar yang akan terlihat apabila diterawangkan ke arah cahaya.
Benang Pengaman (Security Thread)
Ditanam di tengah ketebalan kertas atau terlihat seperti dianyam sehingga tampak sebagai garis melintang dari atas ke bawah, dapat dibuat tidak memendar maupun memendar di bawah sinar ultraviolet dengan satu warna atau beberapa warna.
Ditanam di tengah ketebalan kertas atau terlihat seperti dianyam sehingga tampak sebagai garis melintang dari atas ke bawah, dapat dibuat tidak memendar maupun memendar di bawah sinar ultraviolet dengan satu warna atau beberapa warna.
Cetak Intaglio
Cetakan yang terasa kasar apabila diraba.
Cetakan yang terasa kasar apabila diraba.
Gambar Saling Isi (Rectoverso)
Pencetakan suatu ragam bentuk yang menghasilkan cetakan pada bagian muka dan belakang beradu tepat dan saling mengisi jika diterawangkan ke arah cahaya.
Pencetakan suatu ragam bentuk yang menghasilkan cetakan pada bagian muka dan belakang beradu tepat dan saling mengisi jika diterawangkan ke arah cahaya.
Tinta Berubah Warna (Optical Variable Ink)
Hasil cetak mengkilap (glittering) yang berubah-ubah warnanya bila dilihat dari sudut pandang yang berbeda.
Hasil cetak mengkilap (glittering) yang berubah-ubah warnanya bila dilihat dari sudut pandang yang berbeda.
Tulisan Mikro (Micro Text)
Tulisan berukuran sangat kecil yang hanya dapat dibaca dengan menggunakan kaca pembesar.
Tulisan berukuran sangat kecil yang hanya dapat dibaca dengan menggunakan kaca pembesar.
Tinta Tidak Tampak (Invisible Ink)
Hasil cetak tidak kasat mata yang akan memendar di bawah sinar ultraviolet.
Hasil cetak tidak kasat mata yang akan memendar di bawah sinar ultraviolet.
Gambar Tersembunyi (Latent Image)
Teknik cetak dimana terdapat tulisan tersembunyi yang dapat dilihat dari sudut pandang tertentu.
Teknik cetak dimana terdapat tulisan tersembunyi yang dapat dilihat dari sudut pandang tertentu.
1.1.1. Unsur Pengaman pada Uang Kertas Rupiah
Unsur pengaman pada uang
kertas meliputi bahan uang dan teknik cetak. Pemilihan unsur pengaman merupakan
suatu aspek yang penting agar uang sulit dipalsukan. Perlu disadari bahwa
sulitnya uang untuk dipalsukan tidak semata-mata tergantung pada unsur
pengaman, tetapi juga dipengaruhi oleh gambar disain, warna maupun teknik
cetak.
Unsur pengaman pada uang kertas Rupiah
dapat dibedakan berdasarkan unsur pengaman yang terbuka (covert security
features) dan tidak terbuka (covert security features). Kebanyakan
unsur pengaman adalah yang terbuka dan dapat dilihat dengan mudah oleh
masyarakat. Pendeteksian unsur pengaman tersebut dapat dilakukan dengan mata
telanjang (kasat mata), perabaan tangan (kasat raba), maupun dengan
menggunakan peralatan sederhana seperti kaca pembesar dan ultra violet.
Pendeteksian unsur pengaman yang tidak terbuka hanya dapat dilakukan dengan
suatu mesin yang memiliki sensor tertentu yang memiliki tingkat kepastian dan
kecepatan yang cukup tinggi untuk mengetahui unsur pengaman tersebut.
Dalam melakukan pemilihan unsur
pengaman uang kertas, pada umumnya mempertimbangkan 2 hal utama yaitu:
a. Semakin
besar nominal pecahan diperlukan unsure pengaman yang lebih
baik, kompleks, dan canggih.
b. Unsur
pengaman yang dipilih didasarkan pada hasil penelitian dan mempertimbangkan
perkembangan teknologi.
1.1.2. Karakteristik Uang Logam
Rupiah
Beberapa karakteristik
tertentu yang perlu diperhatikan dalam uang logam Rupiah antara lain:
a. Setiap pecahan uang logam
mudah dikenali baik secara kasat mata dan kasat raba.
b. Uang logam menggunakan bahan
yang tahan lama dan tidak mengandung zat yang membahayakan.
c. Uang logam yang dikeluarkan
dalam ukuran yang sesuai, tidak terlalu besar atau tidak terlalu berat.
|
d. Uang
logam Rupiah berbentuk bulat, dengan bagian samping bergerigi atau tidak
bergerigi.
1.2. Standar Kualitas Uang Rupiah :
Link gambar uang rupiah
Gambar
Uang
|
Data
Uang
|
Uang
yang Dicabut
|
Uang Khusus
|
Jangan lupa, ada juga tips mudah mengenal keaslian Uang Rupiah, Ingat 3D !
Standar Kualitas Uang Rupiah
Uang
|
adalah
Uang Rupiah
|
Uang
Layak Edar (ULE)
|
adalah
uang asli yang memenuhi persyaratan untuk diedarkan berdasarkan standar
kualitas yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
|
Uang
Tidak Layak Edar (UTLE)
|
adalah
Uang asli yang tidak memenuhi persyaratan untuk diedarkan berdasarkan standar
kualitas yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, yaitu Uang lusuh, Uang Cacat,
Uang Rusak dan Uang yang telah dicabut dan ditarik dari peredaran.
|
Uang
Lusuh
|
adalah
Uang yang ukuran fisiknya tidak berubah dari ukuran aslinya tetapi kondisi
Uang telah berubah yang disebabkan antara lain karena jamur, minyak, bahan
kimia, coret-coretan.
|
Uang
Cacat
|
adalah
Uang hasil cetak yang spesifikasi teknisnya tidak sesuai dengan yang telah
ditetapkan oleh Bank Indonesia
|
Uang
Rusak
|
adalah
Uang yang ukuran atau fisiknya telah berubah dari ukuran aslinya yang antara
lain karena terbakar, berlubang, hilang sebagian, atau uang yang ukuran
fisiknya tidak berubah dari ukuran aslinya antara lain karena robek, atau
Uang yang mengerut.
|
A. Uang Kertas
Uang kertas yang dapat diedarkan kembali adalah uang yang
memenuhi kriteria layak edar sebagaimana yang dijelaskan dalam buku standar
kualitas ini:
- Uang Rupiah asli bukan Uang Rupiah palsu atau yang diduga palsu
- Emisi Uang yang masih berlaku sebagai alat pembayaran yang sah dan belum dinyatakan dicabut dan ditarik dari peredaran
- Uang tersebut tidak mengalami kerusakan (lubang, robek, selotip, terbakar, dan hilang sebagian) yang besarnya tidak melebihi batas toleransi yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Kriteria Kualitas Uang Kertas Layak Edar
No
|
Kriteria
|
Standar
Kualitas
|
1
|
Lubang
|
Max. 10
mm²
|
2
|
Sobek
|
Max. 8
mm
|
3
|
Sebagian
hilang
|
Max. 50
mm²
|
4
|
Selotip
|
Max.
225 mm²
|
5
|
Perubahan
ukuran uang
|
Max. 8%
|
6
|
Unsur
pengaman hilang
|
Tidak
ada unsur pengaman yang hilang
|
7]
|
Noda
dan Coretan
|
Tidak
ada noda, coretan, dan stempel
|
8
|
Lusuh
|
|
9
|
Uang
disambung
|
Tidak
terdapat bagian-bagian uang yang disambung menjadi satu dengan menggunakan
perekat atau lem.
|
Apabila
terdapat lipatan sudut, lipatan harus dirapikan agar penilaian kondisi fisik
dapat dilakukan dengan layak. Jika uang kertas tidak dapat memenuhi salah satu
kriteria sebagaimana kriteria dan standar tersebut di atas, maka dikategorikan
sebagai UTLE.
B. Uang Logam
Adapun uang logam yang dapat diedarkan kembali adalah uang
logam yang memenuhi kriteria layak edar yaitu :\
- Uang logam asli
- Tidak berubah warna yang disebabkan oleh zat kimia, terbakar, kotor, dan korosi.
- Tidak terdapat lubang, bagian yang hilang, terpotong, dan bengkok/lekuk.
- Memiliki bentuk standar .
Kriteria Uang Logam Layak Edar
No
|
Kriteria
|
1
|
Tidak
berubah warna
|
2
|
Tidak
berlubang
|
3
|
Tidak
hilang sebagian
|
4
|
Tidak
terpotong
|
5
|
Tidak
bengkok/lekuk
|
No.
|
Pecahan & Tahun Emisi
|
Tanggal
Pencabutan
|
Batas
Akhir dan Tempat Penukaran
|
|
BI dan
Bank Umum
|
BI
|
|||
UANG KERTAS
|
||||
1
|
2 April
1988
|
2 Januari
1991
|
31
Desember 2020
|
|
2
|
||||
3
|
||||
4
|
||||
5
|
||||
6
|
||||
7
|
1 Mei 1992
|
30 April
1995
|
30 April
2025
|
|
8
|
||||
9
|
||||
10
|
||||
11
|
25
September 1995
|
24
September 1998
|
24
September 2028
|
|
12
|
||||
13
|
||||
14
|
||||
15
|
||||
16
|
15
November 1996
|
14
November 1999
|
14
November 2029
|
|
17
|
||||
18
|
||||
19
|
||||
20
|
30
November 2006
|
29
November 2011
|
29
November 2016
|
|
21
|
||||
22
|
||||
23
|
||||
24
|
31
Desember 2008
|
30
Desember 2013
|
30
Desember 2018
|
|
25
|
||||
26
|
||||
27
|
||||
UANG LOGAM
|
||||
28
|
15 November
1996
|
14
November 1999
|
14
November 2029
|
|
29
|
||||
30
|
||||
31
|
||||
32
|
25 Juni
2002
|
24 Juni
2007
|
24 Juni
2012
|
|
33
|
||||
34
|
||||
35
|
||||
36
|
||||
37
|
||||
38
|
30 November
2006
|
29
November 2011
|
20
November 2016
|
|
49
|
||||
40
|
||||
41
|
31 Agustus
2010
|
30 Agustus
2015
|
30 Agustus
2020
|
DAFTAR UANG YANG DICABUT
DAN DITARIK DARI PEREDARAN
NAMUN MASIH DAPAT DITUKARKAN DI BANK INDONESIA
NAMUN MASIH DAPAT DITUKARKAN DI BANK INDONESIA
1.2.Penukaran Uang
- Penukaran Uang Tidak Layak Edar
Masyarakat dapat
menukarkan uang Rupiah yang lusuh, rusak, dan uang yang telah dicabut/ditarik
dari peredaran dengan uang Rupiah yang layak edar di kantor Bank Indonesia
setempat atau pada waktu kegiatan kas keliling Bank Indonesia, dan di bank umum
yang melayani penukaran uang.
a.
Uang Lusuh
Bank Indonesia memberikan penggantian sebesar nilai nominal kepada masyarakat yang menukarkan uang lusuh atau uang cacat sepanjang dapat dikenali keasliannya.
Bank Indonesia memberikan penggantian sebesar nilai nominal kepada masyarakat yang menukarkan uang lusuh atau uang cacat sepanjang dapat dikenali keasliannya.
b.
Uang Rusak
Bank Indonesia dan/atau pihak lain yang disetujui oleh Bank Indonesia memberikan penggantian kepada masyarakat yang menukarkan Uang Rusak sebagai berikut:
Bank Indonesia dan/atau pihak lain yang disetujui oleh Bank Indonesia memberikan penggantian kepada masyarakat yang menukarkan Uang Rusak sebagai berikut:
§
Apabila uang rusak
dapat dikenali ciri-ciri keasliannya dan memenuhi kriteria penggantian uang
rusak, masyarakat akan mendapat penggantian dengan uang layak edar sejumlah
uang rusak yang ditukarkan.
§
Apabila ciri-ciri
keasliannya sulit diketahui, penukar wajib mengisi formulir permintaan
penelitian uang rusak untuk penelitian selanjutnya. Uang rusak yang ciri-ciri
keasliannya sulit dikenali dapat dikirimkan dalam kemasan yang layak ke Bank
Indonesia. Hasil penelitian dan besarnya penggantian akan diberitahukan
kemudian. Informasi selengkapnya mengenai hal ini dipublikasikan pada Buku Panduan
Penukaran Uang Tidak Layak Edar.
c.
Uang yang dicabut dan
ditarik dari peredaran
Bank Indonesia memberikan penggantian sebesar nilai nominal kepada masyarakat yang menukarkan uang yang dicabut dan ditarik dari peredaran sepanjang masih dalam jangka waktu 10 tahun sejak tanggal pencabutan dan masih dapat dikenali keasliannya.
Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia No.23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU RI No.3 Tahun 2004 pada pasal 23 ayat 4 disebutkan bahwa “hak untuk menuntut penukaran uang yang sudah dicabut, tidak berlaku lagi setelah 10 tahun sejak tanggal pencabutan”.
Batas akhir penukaran uang Rupiah yang telah dicabut dan ditarik dari peredaran dapat dilihat dalam daftar yang ada di website Bank Indonesia.
Bank Indonesia memberikan penggantian sebesar nilai nominal kepada masyarakat yang menukarkan uang yang dicabut dan ditarik dari peredaran sepanjang masih dalam jangka waktu 10 tahun sejak tanggal pencabutan dan masih dapat dikenali keasliannya.
Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia No.23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU RI No.3 Tahun 2004 pada pasal 23 ayat 4 disebutkan bahwa “hak untuk menuntut penukaran uang yang sudah dicabut, tidak berlaku lagi setelah 10 tahun sejak tanggal pencabutan”.
Batas akhir penukaran uang Rupiah yang telah dicabut dan ditarik dari peredaran dapat dilihat dalam daftar yang ada di website Bank Indonesia.
Penukaran di
Bank Indonesia dilakukan di:
a.
Kantor Pusat Bank
Indonesia
Cq. Direktorat Pengedaran Uang
Lobby Gedung C, Komplek Perkantoran BI
Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10350
Telp.3818722, 3817297 (hari dan jam kerja).
Waktu layanan: pada hari-hari tertentu mulai dari pukul 09.00 - 11.30 waktu setempat.
Cq. Direktorat Pengedaran Uang
Lobby Gedung C, Komplek Perkantoran BI
Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10350
Telp.3818722, 3817297 (hari dan jam kerja).
Waktu layanan: pada hari-hari tertentu mulai dari pukul 09.00 - 11.30 waktu setempat.
b.
Kantor Bank Indonesia yang terdekat.
Waktu layanan: pada hari-hari tertentu mulai dari pukul 09.00 - 11.30 waktu setempat.
Waktu layanan: pada hari-hari tertentu mulai dari pukul 09.00 - 11.30 waktu setempat.
c.
Kas Keliling Bank
Indonesia
Untuk mengetahui lokasi dan waktu beroperasinya Kas Keliling Bank Indonesia dapat dikonfirmasikan kepada Direktorat Pengedaran Uang di nomor telepon 021-381 8722/381 7297 atau Kantor Bank Indonesia pada hari dan jam kerja.
Untuk mengetahui lokasi dan waktu beroperasinya Kas Keliling Bank Indonesia dapat dikonfirmasikan kepada Direktorat Pengedaran Uang di nomor telepon 021-381 8722/381 7297 atau Kantor Bank Indonesia pada hari dan jam kerja.
2.Penukaran Uang
Rupiah ke Pecahan Lainnya
Masyarakat dapat
menukarkan uang Rupiah dari pecahan besar ke kecil atau sebaliknya dari pecahan
kecil ke pecahan besar di bank umum yang melayani penukaran uang, di kantor
Bank Indonesia setempat, atau pada waktu kegiatan kas keliling Bank
Indonesia.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait dengan penukaran uang logam adalah sebagai berikut:
Beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait dengan penukaran uang logam adalah sebagai berikut:
0.
uang logam disusun
rapi sesuai dengan jenis pecahan, ukuran yang sama, dan tahun emisinya.
1.
uang logam yang telah
disusun seperti pada angka 1 di atas dimasukkan dalam kemasan yang transparan.
Penukaran di
Bank Indonesia dilakukan di:
b.
Kantor Bank Indonesia yang terdekat.
Waktu layanan: pada hari-hari tertentu mulai dari pukul 09.00 sampai pukul 11.30 waktu setempat.
Waktu layanan: pada hari-hari tertentu mulai dari pukul 09.00 sampai pukul 11.30 waktu setempat.
c.
Kas keliling Bank
Indonesia
Untuk mengetahui lokasi dan waktu beroperasinya kas keliling Bank Indonesia dapat dikonfirmasikan kepada Direktorat Pengedaran Uang di nomor telepon 021-381 8722/381 7297 atau Kantor Bank Indonesia pada hari dan jam kerja.
Untuk mengetahui lokasi dan waktu beroperasinya kas keliling Bank Indonesia dapat dikonfirmasikan kepada Direktorat Pengedaran Uang di nomor telepon 021-381 8722/381 7297 atau Kantor Bank Indonesia pada hari dan jam kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Dapatkan pinjaman dana paling tinggi hanya dengan gadai bpkb mobil dan kredit mobil bekas dp rendah serta cicilan yang ringan untuk seluruh wilayah indonesia
BalasHapusUntuk keterangan selengkapnya silahkan hubungi marketing officer kami berikut ini. Cukup melalui sms atau whatsapp, kemudian marketing kami akan segera menghubungi Anda
Contact : Sukma Dinata
Phone/Whatsapp/Sms: 081280295839